
PARADIGMA PENANGANAN PEREDARAN GELAP NARKOTIKA
Oleh : Andi Muhammad Fatwa (Analis pengelolaan Keuangan APBN Muda)
Peredaran dan penyalahgunaan drugs merupakan permasalahan yang
ada diseluruh belahan dunia. Diantara kejahatan transnasional lainnya, peredaran Narkotika bisa dikatakan paling menghawatirkan karena tidak hanya terjadi di negara tertentu, melainkan merata persebarannya. Kemajuan teknologi dan globalisasi dunia yang sedang berlangsung justru mempermudah berbagai akses maupun jangkauan peredaran Narkotika. Dampak berkembangnya peredaran dan bisnis Narkotika di negara berkembang adalah hancurnya sistem perekonomian. Hal ini disebabkan oleh bisnis Narkotika merupakan cara yang efektif dalam menghasilkan uang. Karena itu banyak negara yang menjadikan bisnis ini sebagai sumber pendapatan utama mereka dalam menghadapi ekonomi global yang sekarang tengah berlangsung ( Bhattachaya, 2005). Begitu juga yang terjadi di Indonesia. Menyadari bahwa peredaran dan penyalahgunaan Narkotika harus ditanggulangi, hampir seluruh negara di dunia mempunyai strategi dalam usaha meminimalisasi permasalahan Narkotika di wilayahnya masing-masing.
Kebijakan mengenai Narkotika disetiap negara pasti berkaitan dengan kepentingan ekonomi, politik dan sosial. hal ini seperti menggambarkan bahwa para pembuat kebijakan memikirkan untung dan ruginya apabila kebijakan tentang Narkotika itu dibuat.
Australia pada tahun 2007 mulai berhati – hati dalam mengedarkan obat – obatan yang berpotensi untuk disalahgunakan. Untuk itu, pemerintah melarang beberapa jenis obat-obatan yang banyak mengandung pseudoephedrine,sebelum obat tersebut banyak dijual. Australia juga fokus pada merebaknya clandestine laboratories (laboratorium skala kecil) 2007. (U.S. Department of State, 2008).
Berbeda dengan di Australia, Pemerintah Belanda membuat kebijakan yang kontroversial terkait dengan Narkotika. Pemerintah Belanda yang memperbolehkan beberapa jenis Narkotika untuk dikonsumsi warganya. Hal ini dilakukan dengan tujuan agar peredaran drugs lebih mudah dikontrol, dan menekan angka kriminalisasi terhadap penggunanya ( Blumstein danLarson, 1969). Selain Belanda, Amerika Serikat juga menjalankan kebijakan legalisasi terhadap Narkotika. Terbukti dengan legalisasi, angka penyalahgunaan dan peredaran di Amerika menurun. Selain menjadi lebih terkontrol dan menekan angka kriminalisasi, legalisasi di Amerika juga berdampak pada menurunnya angka street crime seperti pencurian, perampokan atau penodongan. Hal ini bisa terjadi karena hampir semua kekerasan dan street crime yang terjadi berkaitan dengan perdagangan Narkotika. Legalisasi juga berdampak pada bangkrutnya bisnis dari organized
crime karena harga drugs jadi menurun.(Meiczkowski, 1991). Pemerintah Inggris mengeluarkan dana sekitar 2,2 Miliar dolar Amerika setiap tahunnya untuk upaya pemberantasan drugs. 62% diantaranya digunakan untuk kegiatan pemberantasan. 13% untuk kegiatan rehabilitasi (treatment), 12% untuk kegiatan pencegahan, dan 13% sisanya untuk upaya pengurangan supply dari luar negeri (Michael Farrell and John Strang, 1998).
Di Indonesia, terhitung mulai 12 oktober 2009, BNN melembaga dan memiliki wewenang dan tanggung jawab baru dalam upaya pemberantasan peredaran gelap dan penyalahgunaan Narkotika. Berdasarkan pasal 75 Undang-undang nomor 35 tahun 2009, BNN berhak untuk melakukan penyidikan dan penyidika BNN memegang kewenangan untuk melakukan beberapa
kewajiban yang biasa dilakukan oleh penyidik, seperti menggeledah dan menyita barang bukti, menangkap dan menahan orang yang diduga sebagai penyalahguna dan pelaku peredaran Narkotika. Bahkan, BNN juga mempunyai kewenanganuntuk menyadap. Menurut Gories Merre, Kepala BNN yang pernah menjabat, kewenangan yang BNN emban sekarang hampir sama dengan KPK, baik penyelidikan maupun penyidikannya. Gories juga menambahkan walaupun BNN tidak sampai berwenang untuk melakukan penuntutan, undang-undang ini akan memperjelas operasional BNN.
Jadi jelas arah kebijakan penanganan Narkotika di Indonesia masih berorientasi pada Law Inforcement (penegakan hukum) sedangkan di Negara negara di benua Amerika, dan Eropa seperti di Belanda sudah memiliki pemahaman yang melebar kepada Economic intervention (penanganan dari sisi pandang Ekonomi) dimana peredaran gelap Narkotika adalah sebuah bisnis yg perlu treatmen ekonomi untuk mendatangkan respon positif dalam pelemahan kartel kartel Narkotika di Kawasana ekonomi mereka dengan legalisasi Narkotika.
Disisi lain upaya pengendalian peredaran gelap dan penyalahgunaan Narkotika masih perlu terus berbenah. Data penyalahguna Narkotika di Indonesia saat ini masih menggunakan proyeksi (perkiraan) prevalensi. Sebaiknya diketahui angka rill penyalahguna Narkotika di tanah air, sehingga dapat dipikirkan kebijakan yg lebih presisi untuk memecahkan permasalahan Narkotika di Indonesia. Bukankan dengan penguasaan data yang baik akan menghasilkan perencanaan yang baik pula, dan dengan perencanaan yang baik akan memastikan kemenangan dalam perang melawan Narkoba (War on Drugs) di Indonesia.
Namun, biar ini menjadi wacana yang akan mewarnai dinamika penanganan peredaran gelap Narkotika Di Bumi Indonesia tercinta. Bukan untuk mendukung legalisasi Narkotika cuman sekadar memaparkan sudut pandang yang mungkin berbeda dan memperkaya wawasan kita bersama.
#WARONDRUGS