Skip to main content
Berita Utama

STRATEGI SOFT POWER DALAM MEWUJUDKAN P4GN SECARA KOMPREHENSIF

Dibaca: 471 Oleh 28 Nov 2021Desember 1st, 2021Tidak ada komentar
Badan Narkotika Nasional
#BNN #StopNarkoba #CegahNarkoba

STRATEGI SOFT POWER DALAM MEWUJUDKAN P4GN SECARA KOMPREHENSIF

Oleh : Sudarianto, SKM, M.Kes

 

 

  1. Latar Belakang

Pernyataan Presiden Joko Widodo pada HANI 2016 mengatakan bahwa negara kita saat ini dalam situasi darurat narkotika. Hal ini ditandai dengan kasus kematian akibat penyalahgunaan Narkoba sebanyak 18.000 orang setiap tahunnya. Selain itu, hasil penelitian yang dilakukan BNN tentang prevalensi penyalahgunaan narkotika tahun 2019 sebesar 1,77% atau sekitar 3.376.115 penyalah guna narkoba.

 

Kejahatan narkoba merupakan dikategorika sebagai kejahatan extra ordinary crime melebihi kasus terorisme dan korupsi, karena korbannya tidak hanya menyasar orang dewasa tetapi juga sampai anak-anak. Indonesia saat ini tidak hanya sebagai negara konsumen tetapi sudah mampu mempruduksi narkotika, disamping itu pula jenis Narkotika jenis baru setiap tahunnya bertambah dan belum masuk dalam UU Nomor 35 Tahun 2009.

 

Kepala BNN RI Bapak DR. Petrus R Golose MM dalam berbagai taglinenya menyatakan “War On Drugs” dengan metode Hard Power, Soft Power dan Smart Power. Upaya tersebut digelorakan terkait maraknya penyalahgunaan Narkotika.

 

Saat ini peredaran dan penyalahgunaan Narkotika tidak hanya terjadi di kota tetapi telah terjadi pergeseran sampai ke desa-desa, hal ini disebabkan pertumbuhan ekonomi masyarakat cukup baik sehingga kemampuan daya beli masyarakat cukup meningkat. Bertumbuhnya perekonomian desa yang semakin membaik disebakan banyaknya perusahan-perusahaan yang mengelola sumber daya alam yang berada di wilayah tersebut seperti pertambangan, perkebunan sawit, perkebunan karet, sopir dll.

 

Oleh karena minimnya informasi terkait penyalahgunaan Narkoba maka para pekerja informal yang menggunakan Narkotika sebagai doping, agar mereka dapat bekerja lebih kuat mereka menyalahgunakan narkotika.  Dengan demikian prevalensi penyalahgunaan narkotika semakin meningkat.

 

Hal lain yang menyebakan tingginya prevalensi penyalahgunaan Narkotika yakni ketersediaan tempat rehabilitasi hanya berada di pusat kota saja sehingga akses masyarakat khusunya penyalahguna narkoba untuk mendapatkan layanan rehabilitasi sangat sulit.

 

Rendahnya partispasi masyarakat dan ketidak pedulian pemerintah daerah dalam penyediaan tempat rehabilitasi merupakan konstribusi dalam meningkatnya penyalahguna Narkotika.

 

Berbagai upaya telah dilakukan Pemerintah dalam Upaya Pencegahan dan Pemberantasan Penyalahgunaan dan Peredaran Gelap Narkotika (P4GN) salah satunya dengan diterbitkannya Inpres Nomor 2 Tahun 2020 tentang Rencana Aksi Nasional P4GN dan Prekursor Narkotika. Inpres ini merupakan pengganti dari Inpres Nomor 6 Tahun 2018. Namun kenyataannya peran dari semua Kementrian, Lembaga, Pemerintah Dearah dan Swasta belum optimal.

 

Berangkat dari hal-hal tersebut diatas, maka mencoba menggambarkan situasi yang terjadi saat ini :

 

  1. Program rehabilitasi tidak masuk dalam program prioritas kesehatan MDgS;
  2. Belum Optimalnya pelaksanaan Inpres Nomor 2 Tahun 2021 tentang RAN P4GN dan Prekursor Narkotika,
  3. Pemerintah Daerah menganggap bahwa masalah Narkoba adalah tugas dan tanggung jawab BNN;
  4. Belum meratanya tempat rehabilitasi;
  5. Synergitas dengan stakeholder dalam penyelenggaraan P4GN masih kurang;
  6. Masih banyak daerah belum memiliki Perda P4GN baik di Tingkat Provinsi maupun Kabupaten/Kota sehingga Alokasi Dana untuk kegiatan P4GN tidak tersedia;
  7. Belum optimalnya pelaksanaan rehabilitasi yang dilakukan di IBM
  8. Puskesmas sebagai ujung tombak penyelenggaraan layanan dasar tidak memiliki program layanan kasus Narkoba
  9. Sistem rujukan kasus dari petugas Agen Pemulihan ke Puskesmas tidak berjalan maksimal.

 

 

  1. Tujuan
  2. Tersedianya tempat rehabilitasi bagi penyalahguna narkotika yang murah dan mudah dijangkau;
  3. Mengoptimalkan penyelenggaraan TAT dimana penempatan penyalahguna narkotika bukan lagi di Lapas/Rutan tetapi di tempat rehabilitasi.
  4. Mengotimalkan Desa bersinar sebagai media dalam penyelenggaraan rehabilitasi melalui pembentukan IBM
  5. Tersedia Agen Pemulihan yang mampu menyelenggarakan rehabilitasi bagi pecandu/Penyalahguna Narkotika dengan kriteria ringan;
  6. Mendorong Pemerintah Daerah dalam percepatan pembuatan Perda P4GN
  7. Penyelenggaraan layanan rehabilitasi berdasarkan kearifan lokal;
  8. Sebagai bahan pertimbangan pimpinan dalam pengambilan kebijakan.

 

 

 

 

 

 

  1. Analisis dan Sintesis
  2. Analisis SWOT
  • Kekuatan
  1. UU No. 35 Tahun 2009
  2. UU No. 6 Tahun 2014 tentang Desa
  3. UU No. 9 Tahun 2015 tentang Pemerintahan Daerah
  4. Permendagri 12 Tahun 2015 tentang Fasilitasi P4GN
  5. Inpres Nomor 2 Tahun 2020 tentang RAN P4GN dan PrekursorNarkotika
  6. Peraturan Kepolisian Negara Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 2021 tentang Penanganan Tindak Pidana melalui Keadilan Restorasi
  • Kelemahan
  1. Jumlah SDM penyelenggara layanan rehabilitasi yang terbatas
  2. Kualitas penyelenggara layanan rehabilitasi masih kurang (belum kompoten)
  3. Alokasi dana yang kurang memadai
  4. Sarana Prasarana Layanan Rehabilitasi yang sangat terbatas
  5. Program yang disusun belum menyentuh sampai ke desa-desa
  6. Synergitas Lintas program yang belum maksimal

 

  • Peluang
  1. Tersedianya Puskesmas disetiap Kecamatan dan RS di Setiap kabupaten
  2. Terbentuknya IBM di Desa/Kelurahan
  3. Anggota Agen Pemulihan sebagian adalah Ketua RT
  4. Keterlibatan Tokoh Agama dan Masyarakat serta Tokoh Adat dengan memperhatikan budaya lokal/kearifan lokal
  5. Aturan hukum yang menyatakan bahwa Penyalahguna Narkoba wajib direhabilitasi
  6. Melibatkan Perusahaan-perusahaan dalam bentuk pemanfaatan Dana CSR
  7. Mengelola Sumber Daya yang ada dilingkungan tersebut (sebagai contoh IBM Kelurahan Kereng Bangkirai yang merupakan Destinasi Wisata)
  8. Adanya Tagline Ka. BNN “War On Drugs”
  9. Biaya Rehabilitasi yang sangat mahal

 

  • Tantangan
  1. Pemerintah Daerah tidak memprioritaskan masalah Narkoba ke Renstra/RPJM/Rencana Kerja SOPD
  2. Rendahnya partispasi aktif masyarakat
  3. Penyalahguna Narkoba sulit mengakses tempat rehabilitasi
  4. Tidak ada sanksi hukum bagi lembaga/kementerian dan Pemerintah Daerah dalam pelaksanaan P4GN
  5. Masih banyak masyarakat yang belum memahami dampak buruk penyalahgunaan Narkoba
  6. Masih banyak penyidik POLRI tidak memahami pelaksanaan TAT

 

  1. Strategi Jangka Panjang dan Jangka Menengah
  2. Strategi Jangka Menengah
  • Membuat PKS dan MOU terhadap lembaga/Kementrian dan Pemerintah Daerah
  • Mendorong Pemerintah Daerah dalam percepatan Pembauatan Perda
  • Memetakan seluruh wilayah yang memenuhi persyaratan Desa Bersinar
  • Melakukan Synergitas dengan lembaga hukum terkait pelaksanaan Peraturan Kepala Kepolisian Republik Indonesia Nomor 8 tahun 2021
  • Menjadikan IBM sebagai Garda terdepan dalam Penyelenggaraan Layanan Rehabilitasi Tingkat Pertama
  • Meningkatkan skill petugas Agen Pemulihan, Satgas Anti Narkotika dan Relawan Anti Narkotika
  • Mengotimalkan sumber daya yang ada sebagai tempat rehabilitasi (Puskesmas dan rumah Sakit)
  1. Strategi Jangka Panjang
  • Mendorong Pemerintah Daerah menyiapkan tempat rehabilitasi rawat inap
  • Memberikan life skill bagi Pecandu/Penyalahguna Narkoba agar dapat hidup sehat. Pulih dan berfungsi sosial
  • Melibatkan seluruh komponen masyarakat untuk ikut aktif dalam pelaksanaan P4GN

 

  1. Pelaksanaan Kegiatan
  2. Jangka Menegah
  • Melakukan Rapat Koordinasi dengan Stake holder (Gubernur dan DPRD) dalam percepatan pembuatan Perda;
  • Melakukan Penandatangan MOU dengan Pemerintah Daerah
  • Melakukan Penandatangan Kerjasama dengan instansi teknis yang terkait program P4GN
  • Mengikuti Penyusunan Rencana Kerja Pembangunan Desa
  • Memanfaatkan Rumah Sakit Jiwa sebagai IPWL
  • Meningkatkan kapasitas SDM Agen Pemulihan, Satgas Anti Narkotika
  • Menyiapkan SOP terkait pelaksanaan Soft Power
  • Melaksanakan Sosiliasi terhadap penyidik POLRI yang berada di POLRES dan POLSEK
  • Melaksanakan Sosialisasi TAT terhadap Lembaga terkait POLRI, Kejaksaan dan Pengadilan Negeri terkait Peraturan Kepolisian Negara Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 2021 tentang Penanganan Tindak Pidana melalui Keadilan Restorasi
  • Melakukan Zero tolerance terhadap peradaran Narkotika
  1. Jangka Panjang
  • Membuka kesempatan bagi PNS Daerah untuk mengambil bagian dalam pelaksanaan P4GN dengan menjadi Pegawai BNN
  • Meningkatkan kapasitas SDM BNNP
  • Mendorong Pemerintah Daerah mendirikan BNN Kabupaten/Kota
  • Mendorong Pemerintah Daerah mengalokasikan Dana untuk layanan rehabilitasi (Rehabilitasi Gratis)
  • Sistem Pencatatan dan Pelaporan yang terintegrasi perlu

 

  1. Kesimpulan
  2. Dalam rangka mempersiapkan terbitnya Perubahan Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika maka perlu dilakukan optimalisasi seluruh sumber daya yang ada yakni dengan membentuk Desa bersinar disemua Desa/Kelurahan yang memenuhi prasyarat di wilayah tersebut yakni dengan memanfaatkan sumber daya yang ada .
  3. Intervensi Berbasis Masyarakat (IBM) yang dibentuk berdasarkan keinginan pemerintah Daerah dan partispasi aktif masyarakat dengan prinsip dari masyarakat, oleh masyarakat dan untuk masyarakat. Akan sangat membantu dalam penanganan Pecandu/Penyalahguna Narkoba dengan adanya IBM dimaksudkan untuk mendekatkan akses layanan masyarakat untuk mendapatkan layanan rehabilitasi;
  4. Perlu adanya Sosialisasi TAT terhadap Lembaga terkait POLRI, Kejaksaan dan Pengadilan Negeri terkait Peraturan Kepolisian Negara Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 2021 tentang Penanganan Tindak Pidana melalui Keadilan Restorasi;
  5. Perlu ditingkatkan synergitas dengan lembaga, kementrian dan pemerintah daerah serta komponen masyarakat dalam upaya mewujudkan P4GN secara komprehensif mulai dari hulu sampai ke hilir;
  6. Permasalahan Narkoba bukan hanya tanggung jawab BNN maka diperlukan kerjsama yang menyeluruh dengan semua komponen masyarakat.

Kirim Tanggapan

made with passion and dedication by Vicky Ezra Imanuel